JAKARTA – Arus kendaraan meninggalkan Jakarta mulai mencapai titik krusial pada libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2026. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memprediksi puncak arus mudik Nataru terjadi hari ini, Rabu (24/12/2025), dengan pergerakan jutaan orang dalam satu hari.
“Kemenhub memprediksi puncak arus mudik Nataru 2025/2026 terjadi pada Rabu, 24 Desember 2025, kurang lebih 17,18 juta pergerakan, sedangkan puncak arus balik pada Jumat, 2 Januari 2026, kurang lebih 20,81 juta pergerakan,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub, Ernita Titis Dewi, Rabu (24/12/2025).
Lonjakan pergerakan selama periode Nataru ini diperkirakan sangat besar. Kemenhub mencatat potensi kendaraan yang meninggalkan Jakarta mencapai 119,5 juta pergerakan, dengan dominasi kendaraan pribadi yang signifikan.
“Mengacu pada hasil survei Kemenhub, potensi pergerakan Nataru 2025/2026 sekitar 119,5 juta pergerakan yang bepergian, moda dominan mobil pribadi 42,78% kurang lebih 51,12 juta dan sepeda motor 18,41% kurang lebih 22,00 juta. Dominasi kendaraan pribadi menjadi fokus penguatan pengaturan arus keluar Jakarta,” katanya.
Mengantisipasi kepadatan tersebut, Kemenhub telah menyiapkan berbagai langkah pengamanan dan pengendalian lalu lintas. Salah satunya dengan mengoperasikan Posko Pusat Angkutan Nataru sebagai pusat koordinasi lintas instansi.
“Kesiapan yang kami lakukan di antaranya Posko Pusat Angkutan Nataru beroperasi 24 jam selama 18 Desember 2025-5 Januari 2026 sebagai pusat kendali dan koordinasi lintas instansi di kantor Kemenhub. Di dalamnya terdapat berbagai lembaga dan instansi, yakni seluruh internal Kemenhub, Komdigi, Korlantas, Basarnas, BMKG, KNKT, dan operator/BUMN terkait. Posko ini dibuat untuk memberikan respons cepat terkait berbagai hal di lapangan,” kata Ernita.
Selain itu, Kemenhub bersama Korlantas Polri dan operator jalan tol juga menyiapkan berbagai rekayasa lalu lintas bersifat situasional untuk mengendalikan lonjakan kendaraan keluar Jakarta.
“Untuk mengendalikan lonjakan kendaraan yang meninggalkan Jakarta. Kebijakan-kebijakan yang terkait rekayasa akan bersifat dinamis melihat kondisi lapangan. Diskresi polisi juga mungkin terjadi,” imbuhnya.





