Sabtu, September 27, 2025
spot_img
BerandaOpiniKata Bukan Sekadar Ucapan: Dari Qaulan Islam hingga Kasus Sahroni

Kata Bukan Sekadar Ucapan: Dari Qaulan Islam hingga Kasus Sahroni

Di era digital, kata-kata melesat lebih cepat daripada kilat. Satu postingan, satu komentar, atau satu pidato bisa langsung viral dan menimbulkan efek domino: dukungan, perdebatan, bahkan kerusuhan. Sejarah terbaru menunjukkan betapa berbahayanya ucapan yang salah tempat.

Islam dan Etika Kata

Dalam Islam, komunikasi bukan sekadar teknis menyampaikan pesan. Kata-kata adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan. Al-Qur’an menyebut berbagai bentuk qaulan (ucapan) sebagai panduan etika:

Qaulan Ma‘rufa: perkataan baik, sopan, sesuai norma (QS. An-Nisa’: 5).

Qaulan Sadida: ucapan benar, lurus, tanpa manipulasi (QS. Al-Ahzab: 70).

Qaulan Layyina: kata yang lembut, penuh empati (QS. Thaha: 44).

Qaulan Balīgha: ucapan tepat sasaran, membekas di hati (QS. An-Nisa’: 63).

Qaulan Karīma: perkataan mulia, penuh hormat, tidak kasar (QS. Al-Isra’: 23).

Qaulan Maisura: ucapan mudah dipahami, ringan, tidak memberatkan (QS. Al-Isra’: 28).

 

Pesannya jelas: Islam bukan hanya memerintahkan berkata baik, tapi juga bagaimana cara berkata dengan baik.

 

Kasus Sahroni: Kata yang Jadi Api

Baru-baru ini, politikus Ahmad Sahroni membuat pernyataan yang menyebut pihak yang ingin DPR dibubarkan sebagai “orang tolol sedunia”. Ucapan tersebut langsung viral dan memicu kemarahan rakyat. Massa berdemo, rumahnya di Tanjung Priok dirusak, bahkan partainya mencopotnya dari jabatan penting di DPR.

Satu kalimat yang dianggap merendahkan justru menjadi bahan bakar kemarahan publik. Kasus ini mengingatkan kita bahwa kata bisa lebih tajam daripada pedang.

 

Era Digital: Kata Bisa Jadi Viral, Bisa Jadi Fatal

Media sosial membuat kata-kata melesat tanpa filter. Status, cuitan, atau komentar bisa menjadi sumber inspirasi, tapi juga bisa jadi pemicu konflik. Bahayanya:

Kata cepat dipelintir atau dipotong konteksnya.

Emosi publik mudah tersulut, apalagi saat kondisi sosial-politik sensitif.

Provokasi digital lebih cepat menyebar daripada klarifikasi.

 

Tapi peluangnya juga besar: kata bisa menenangkan, meredakan, dan memulihkan jika digunakan dengan hikmah.

Belajar dari Qaulan

Jika para tokoh publik, pejabat, influencer, dan kita semua mau belajar dari Al-Qur’an, kata-kata bisa menjadi perekat, bukan pemecah.

Berbicara benar (qaulan sadida) tapi tetap lembut (qaulan layyina).

Menyampaikan kritik (qaulan balīgha) tapi tetap sopan (qaulan karīma).

Menyapa publik dengan cara yang ringan (qaulan maisura) agar mudah diterima.

 

Kata Bisa Jadi Doa, Bisa Jadi Api

Kata-kata bukan sekadar bunyi. Ia bisa menjadi doa yang menyejukkan atau api yang membakar. Dalam dunia digital, tanggung jawab berkomunikasi makin besar. Kasus Sahroni adalah cermin: salah ucapan bisa berujung pada kerusuhan.

Maka sebelum menulis status, berkomentar, atau berpidato, tanyakanlah: apakah kata ini akan menjadi cahaya, atau justru bara? (Jiyong 2025)

Drs. Achmad Haromain, M.I.Kom

Dosen FEB UMT

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img

Berita Terbaru