TANGSEL – Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Pemkot Tangsel) terkait persoalan banjir yang belum sepenuhnya tuntas.
Wali Kota Tangerang Selatan, Benyamin Davnie, menyoroti tantangan banjir yang terus menghantui sejumlah kawasan.
Kendati demikian, Benyamin mengatakan bahwa jumlah titik banjir telah berkurang secara signifikan.
Benyamin mengungkapkan, bahwa masalah banjir bukan hal baru di wilayahnya. Bahkan saat dirinya pertama kali menjabat sebagai Wakil Wali Kota bersama Wali Kota sebelumnya, Airin Rachmi Diany.
Saat itu, Benyamin bersama Airin harus menghadapi lebih dari 100 titik banjir Tangerang yang tersebar di berbagai kecamatan.
“Awal saya menjadi Wakil Wali Kota, itu ada 113 titik banjir loh. Itu mengepung Tangerang Selatan. Tapi kita terus bekerja, sekarang tinggal puluhan,” ujar Benyamin Davnie dari keterangan yang diterima, Jumat (13/06/2025).
Benyamin mengatakan, bahwa berbagai upaya dilakukan, mulai dari peninggian bibir sungai di beberapa titik, pembangunan long storage, revitalisasi drainase, pembangunan polder, hingga pengelolaan dan pemanfaatan situ dan embung.
“Kita bikin long storage kayak di Pondok Aren. Kita gali drainase, kita bersihkan. Polder-polder kita bangun. Bahkan bibir sungai ditinggikan, tergantung lokasi, ada yang sampai 1,5 meter,” kata Benyamin.
Namun, curah hujan ekstrem yang kini sering terjadi memperburuk keadaan. Menurutnya, hujan yang turun di atas 100 milimeter sudah melebihi kapasitas normal.
“Yang pertama, curah hujannya sudah di atas 100 milimeter, tinggi sekali. Normalnya itu di bawah 50. Yang kedua, banyak lokasi yang surutnya cepat, tapi tetap saja disebut banjir,” kata Benyamin.
Pemerintah daerah juga telah menginvestasikan dana besar untuk pengendalian banjir. Benyamin mengklaim, sejak periode pertama menjabat, dana hingga Rp100 miliar disebut telah digelontorkan untuk proyek-proyek penanganan banjir.
“Saya rasa sudah 100 miliar kali ya. Itu khusus untuk penanganan banjir di Tangerang Selatan. Tapi ya, banjir masih akan terjadi lagi. Apalagi genangan juga dianggap banjir,” katanya.
Ia mengaku telah meminta Dinas Pekerjaan Umum untuk membangun sistem penyerapan air di tengah jalan, serta memperbesar diameter saluran air.
“Dulu kan diameternya kecil. Saya minta itu diperbesar, tutup pakai besi, nanti airnya menyerap ke dalam tanah. Kita juga harus seimbangkan air bawah tanah kita,” kata Benyamin.
Ia juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap izin bangunan. Building coverage ratio menjadi salah satu parameter yang kini diperketat untuk mencegah alih fungsi lahan secara berlebihan.
“Saya ketat dalam memberikan perizinan bangunan. Di setiap daerah, building coverage ratio itu beda-beda tergantung intensitasnya. Ini yang kita jaga,” ujarnya lagi.
Lebih lanjut, persoalan drainase dan banjir bukan satu-satunya fokus. Di wilayah Setu, longsor juga menjadi perhatian akibat struktur tanah yang labil.
Pemerintah saat ini tengah meneliti sifat tanah tersebut dan sudah mulai mengambil langkah antisipatif.
“Saya pasang bronjong di perbatasan Lagoon dan kampung sebelah. Jangka panjang, kita akan tanam pohon yang punya akar kuat,” kata Benyain.
Sebagai bagian dari mitigasi bencana, Pemerintah Kota juga telah membentuk jaringan relawan penanggulangan banjir yang tersebar di seluruh kecamatan.
“Saya sudah punya relawan penanggulan banjir itu lebih dari 500 orang di seluruh kecamatan. Banyak deh yang kita lakukan, tapi ya memang sudah begitu kondisinya,” pungkasnya. (na)